Minggu, 22 Desember 2013

HADIS SOSIAL TENTANG PERSAUDARAAN

PENDAHULUAN
...Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara”. (QS. Al-Hujurat : 10)
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat. Betapa penting silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam hal pendidikan. Hal ini karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan sebagai bekal hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu. Orang yang selalu bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti pula meningkatkan ketakwaan kepada Allah, hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya, yakni menyambung tali silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa kepada Allah akan memberikan kemudahan dalam setiap urusannya.
Salah satu tanda kesempurnaan iman seseorang mukmin ialah mencintai saudaranya sendiri sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasika dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan yang teguh kepada Allah SWT. Tidak sebaliknya terhadap sesama muslim saling dengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi.
Rasulullah saw bersabda “Orang mukmin yang satu dengan lain bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan”. Seperti halnya akhlak Nabi yang membimbing umatnya kepada perkara yang mengharuskan kita menjadi bersaudara, saling mencintai, bersatu hati serta saling berinteraksi antara kita dengan yang lainnya, menunjukkan kepada umatnya akhlaq mulia dan menjauhkan kita dari keburukan. Menghilangkan dari hati kita perasaan hasad dan benci serta menjadikan hubungan yang harmonis dalam kehidupan.


PEMBAHASAN
A.    Hadits tentang Persaudaraan

a.      الحديث وترجمه / Matan dan Terjemahan Hadits
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ وَزَادَ وَنَقَصَ وَمِمَّا زَادَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ .[1]
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa'id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: -kemudian perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Diantara tambahannya adalah; "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau). [Muslim no. 4650].

b.      المفردات / Kosa kata (dalam hadits) :
تحاسدوا  : (kalian) saling dengki, hasud, iri hati
تناجشوا  : (kalian) saling menipu
تباغضوا : (kalian) saling membenci
تدابروا    : (kalian) saling memutuskan hubungan
يبيع / يبع : Menjual
يخذل      : Menelantarkan, merendahkan
يحقر      : Menghina
صدر     : Dada[2]

c.       تخرج الحديث / Takhrij Hadits :
Sumber                        : Imam Muslim
Kitab                           : Berbuat baik, menyambut silaturahmi dan adab
Bab                              : Haramnya berlaku zhalim kepada sesama muslim, menghina dan
  meremehkannya.
Hadist                                     : 4650
Nama lengkap perowi : Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab
Kalangan                     : Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah                     : Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup   : Madinah
Wafat                          : 221 H

Jalur sanad ke - 1 periwayatan Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab dari Daud bin Qais dari Abu Sa'id maula 'Abdullah bin 'Amir bin Kuraiz dari Abdur Rahman bin Shakhr. Sedangkan jalur sanad ke - 2 periwayatan Ahmad bin 'Amru bin 'Abdullah bin 'Amru As Sarh dari Abdullah bin Wahab bin Muslim dari Usamah bin Zaid dari Abu Sa'id maula 'Abdullah bin 'Amir bin Kuraiz dari Abdur Rahman bin Shakhr.[3]

Hadits ini Shahih, dan diriwayatkan oleh :
1. Muslim (no. 4650).
2. Imam Ahmad (II/277, 311-dengan ringkas, 360)
3. Ibnu Mâjah (no. 3933, 4213-secara ringkas)
4. Al-Baihaqi (VI/92; VIII/250)
5. Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah (XIII/130, no. 3549).[4]

d.      تحقيق الحديث / Hadits penguat

حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ .[5]

Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata; telah menceritakan kepadaku Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak halal seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." [Bukhari no. 5605].

e.       موضوعات الحديث / Tema-tema hadits (yang berkaitan di dalam al-Qur’an)
1.      Menciptakan pergaulan yang baik dan harmonis : 49 [10]
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
2.       Realisasi persaudaraan (ukhuwah Islamiyah) : 9 [71]
tوَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
3.       Taqwa sebagai barometer kehidupan : 49 [13]
لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ

Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
4.       Dihormatinya hak dan martabat seorang muslim: 5 [32]
ôمِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ

Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya. dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.[6]

f.       شرح الحديث / Syarah Hadits
Kalimat “janganlah saling mendengki” maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Pada Hadis lain disebutkan “Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan segala kebaikan seperti api memakan kayu”. Adapun iri hati ialah tidak ingin orang lain mendapatkan nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya. Terkadang kata dengki dipakai dengan arti iri hati, karena kedua kata ini memang pengertiannya hampir sama, seperti sabda Nabi saw, dalam sebuah Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud “Tidaklah boleh ada dengki kecuali dalam dua perkara”. Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini adalah iri hati.
Kalimat “jangan kamu saling menipu” , yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, karena dia memperdayakan mangsanya. Sedangkan kalimat “jangan kamu saling membenci” maksudnya jangan saling melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebencian. Kalimat “jangan kamu saling menjauh” dalam bahasa arab adalah tadaabur, yaitu saling bermusuhan atau saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain saling membelakangi atau menjauhi.
Sedangkan kalimat “janganlah membeli barang yang sudah ditawar orang lain” yaitu, berkata kepada pembeli barang pada saat sedang terjadi transaksi barang, misalnya dengan kata-kata : “Batalkanlah penjualan ini dan aku akan membelinya dengan harga yang sama atau lebih mahal”. Atau dua orang yang melakukan jual beli telah sepakat dengan suatu harga dan tinggal akad saja, lalu salah satunya meminta tambahan atau pengurangan harga. Perbuatan semacam ini haram, karena penetapan harga sudah disepakati, adapun sebelum ada kesepakatan, tidak haram.
Kalimat “jadilah kamu sekalian hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kamu saling bergaul dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang, keramahan, kelembutan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati ikhlas dan jujur dalam segala hal.
Kalimat “seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya, menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”, yang dimaksud menelantarkan yaitu tidak memberi bantuan dan pertolongan. Jika ia meminta tolong untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama muslim untuk menolongnya jika mampu dan tidak ada halangan syar’i. Kalimat “tidak menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan menghinakannya yaitu tidak mempermainkan dan atau membatalkan janji kepadanya”.
Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya menunjuk dada beliau tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan : “Allah tidak melihat jasad kamu dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”. Maksudnya, perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapatkan pahala tanpa taqwa. Taqwa itu adalah rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah SWT, takut kepada-Nya, dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah Allah mengetahui segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya balasan dan mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai berdasarkan niatnya di dalam hati.
Kalimat “seseorang telah dikatakan berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang mukmin karena telah menciptakannya dan memberinya rezeki, dan Allah ciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah menanamkan akhlak baik kepada seorang manusia dengan mengirimkan Rasulullah kepadanya. Maka siapa pun yang menghinakan seseorang berarti dia telah menghinakan sang pencipta Allah SWT.
Termasuk perbuatan menghinakan seorang muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak menjawab salam bila diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan dimasukkan ke dalam surga oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa neraka. Adapun kecaman seorang muslim yang berilmu terhadap orang muslim yang jahil, orang adil terhadap orang fasik tidaklah termasuk menghina seorang muslim, tetapi hanya menyatakan sifatnya saja. Jika orang itu meninggalkan kejahilan atau kefasikannya, maka ketinggian martabatnya dapat kembali.[7]

B.     Kontekstualisasi teks Hadits
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh dengki. Karena ia adalah sifat tercela, sifat orang-orang Yahudi dan dapat merusak amal. Allah SWT melarang manusia mengharapkan segala kelebihan dan keutamaan yang Allah berikan kepada orang lain. Allah berfirman, yang artinya, "Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allâh kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allâh sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allâh Maha Mengetahui segala sesuatu".[8]
Dampak buruk dari sikap hasad[9] akan terjerumus ke dalam beberapa bahaya, diantaranya :
1.      Dengan hasad berarti dia membenci apa yang telah Allah tetapkan. Karena, benci kepada nikmat yang Allah berikan kepada orang lain berarti benci terhadap ketentuan Allah SWT.
2.      Hasad akan menghapus kebaikan-kebaikannya sebagaimana api menghabiskan kayu bakar.
3.      Hati orang yang hasad akan selalu merasa sedih dan susah. Setiap kali melihat nikmat Allah atas orang yang ia dengki, ia akan berduka dan susah dan begitu seterusnya.
4.      Hasad berarti menyerupai orang Yahudi. Padalah Rasulullah saw bersabda, yang artinya, "Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.[10]
5.      Bagaimanapun kuatnya hasad, itu tidak akan menghilangkan nikmat Allâh Azza wa Jalla dari orang lain.
6.      Hasad dapat menghilangkan kesempurnaan iman, berdasarkan sabda Nabi Muhammad  لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُـحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُـحِبُّ لِنَفْسِهِ "Tidak sempurna iman seseorang dari kalian hingga ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya"[11]
7.      Hasad dapat melalaikan seseorang dari memohon nikmat kepada Allah swt.
8.      Hasad dapat menyebabkan dirinya meremehkan nikmat Allah yang ada pada dirinya.
9.      Hasad akhlak tercela, karena ia selalu memantau nikmat Allah pada orang lain dan berusaha menghalanginya.
10.  Jika orang yang hasad (dengki) sampai bertindak zhalim kepada yang didengki, maka yang didengki itu akan mengambil kebaikan-kebaikannya pada hari kiamat.[12]
Dan sangat jelas sekali hasad merupakan akhlak tercela, tetapi sangat disayangkan sifat ini masih banyak ditemui di kalangan umum masyarakat.
Najasy ditafsirkan oleh banyak Ulama dengan najasy dalam jual beli. Yaitu menaikkan harga suatu barang yang dilakukan oleh orang yang tidak berminat membelinya untuk kepentingan penjual supaya untungnya lebih besar atau untuk merugikan pembeli. Termasuk praktek najasy yaitu memuji barang dagangan seorang penjual supaya laku atau menawarnya dengan harga yang tinggi padahal dia tidak berminat. Apa yang dilakukannya hanya untuk mengecoh pembeli kalau jadi beli. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma, diriwayatkan bahwasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang najasy.[13]
Ibnu Abi Aufa rahimahullah mengatakan, “Nâjisy (pelaku najasy) adalah pemakan harta riba dan pengkhianat.”[14] Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Para Ulama sepakat bahwa pelaku najasy telah bermaksiat kepada Allah jika ia tahu najasy itu terlarangan.”[15]
Lalu bagaimana dengan keabsahan jual-beli tersebut ? Ada Ulama yang berpendapat, jika pelaku najasy adalah penjualnya atau orang yang disuruh penjual untuk melakukan najasy, maka jual-beli itu tidak sah. Sebagian fuqaha’ berpendapat bahwa jual-beli najasy sah. Hanya saja menurut Imam Mâlik dan Imam Ahmad menegaskan bahwa pembeli mempunyai khiyâr (hak pilih antara melanjutkan jual-beli atau membatalkannya) jika ia tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya dan ditipu dengan penipuan di luar batas kewajaran. Atau bisa juga najasy dalam hadits diatas ditafsirkan dengan penafsiran yang lebih umum. Yaitu semua muamalah yang mengandung unsur penipuan atau makar. Dalam al-Qur'ân, Allah berfirman bahwa sifat orang-orang kafir dan munafik ialah membuat makar terhadap para nabi dan pengikut mereka.
Dalam sabda Nabi saw ini terdapat isyarat bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah itu ditentukan dengan ketakwaannya. Orang yang dipandang hina oleh masyarakat karena lemah dan miskin, bisa jadi lebih mulia di sisi Allah Azza wa Jalla daripada orang yang terhormat di dunia. Allah SWT berfirman, yang artinya, "…Sungguh, orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa…”[16]

Ketakwaan seseorang itu letaknya di hati, tidak ada yang dapat melihat hakikatnya kecuali Allah semata. Nabi saw bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.

"Sesungguhnya Allâh tidak melihat wajah dan harta kalian, namun Allâh melihat hati dan amal perbuatan kalian".[17]
Barangkali orang yang mempunyai wajah tampan atau cantik, kekayaan melimpah, terpandang di dunia, namun hatinya hampa dari takwa. Juga bisa jadi orang yang tidak mempunyai apa-apa, namun hatinya penuh dengan takwa sehingga ia menjadi yang termulia di sisi Allah SWT. Kondisi inilah yang sering terjadi. Disebutkan dalam hadits, dari Haritsah bin Wahb bahwa Nabi saw bersabda :

أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْـجَنَّةِ : كُلُّ ضَعِيْف مُسْتَضْعَف ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ : كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظ مُسْتَكْبِر

"Maukah kalian aku tunjukkan penghuni surga; yaitu setiap orang lemah yang dianggap lemah. Seandainya ia bersumpah atas nama Allâh, pasti dikabulkan. Maukah kalian aku jelaskan penghuni neraka yaitu setiap orang yang congkak, angkuh dan sombong.



PENUTUP

1. Hasad (dengki) itu hukumnya haram
2. Larangan saling membenci dan perintah untuk saling mencintai.
3. Sistem jual-beli najasy (meninggikan harga untuk menipu pembeli) itu haram.
4. Larangan menawar atau menjual atas tawaran penjualan saudaranya.
5. Wajib memupuk persaudaraan antar kaum Muslimin.
6. Darah, harta dan kehormatan seorang muslim haram atas muslim lainnya.
7. Hati merupakan sumber segala sesuatu.
8. Takwa tempatnya di hati dan dibuktikan dengan amal shalih.
10.Takwa dan niat yang shalih adalah timbangan bagi Allah atas hamba-hamba-Nya.


DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’an al-Karim
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits ; http//hadisonline/hadis9/kitab.
Hadits Arbain Nawawi no. 35
Kitabul ‘Ilmi.
Kutub at-Tis’ah Softwere



[1] Shahih Muslim no. 4650 dalam Kutub at-Tis’ah 
[2] http://hadits-tentang-persaudaraan-islam.html
[3] Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits ; http//hadisonline/hadis9/kitab.
[4] http://almanhaj.or.id/content/larangan-saling-mendengki/
[5] Shahih Bukhari no. 5605 dalam Kutub at-Tis’ah
[6] Lihat Hadits Arbain Nawawi no. 35
[7] http://rumahislam.com/hadis/arbain-imam-nawawi/103-nawawi-35.html
[8] Q.S an-Nisa' [4:32]
[9] Dinukil dari Kitabul ‘Ilmi. (hlm. 72-75).
[10] Shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (V/50, 92), dan Abu Dawud (no. 4031), dari Shahabat Ibnu ‘Umar r.a,. Lihat Shahih al-Jami’ish Shaghir (no. 6149) dan Jilbabul Mar-atil Muslimah (hlm. 203-204).
[11] Shahih. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 13) Muslim (no. 45), Nasâ-i (VIII/115), at-Tirmidzi (no. 2515), Dârimi (II/307), Ibnu Mâjah (no. 66), dan Ahmad (III/176, 206, 251, 272, 278, 279), dari Anas r.a.
[12] http://almanhaj.or.id/content/larangan-saling-mendengki/
[13] Shahih. HR. Bukhâri (no. 2142, 6963), Muslim (no. 1516), dan lainnya.
[14] Shahih. HR. Bukhâri (no. 2675). 
[15] At-Tamhîd (XII/290).
[16] Q.S al-Hujurat [49:13]
[17] Shahih. HR. Muslim (no. 2564 (33)), Ahmad (II/539), dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.