Rabu, 23 Oktober 2013

PENAFSIRAN AYAT AL-QUR'AN TENTANG NABI MUHAMMAD SAW

PENDAHULUAN
            Seorang tokoh yang paling berpengaruh tiada tandingannya di dunia ini adalah Nabi Muhammad, satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.[1] Nabi Muhammad sosok manusia yang ma’sum dan berbudi pekerti yang baik menjadi contoh yang terbaik pula bagi umatnya, seperti firman Tuhan “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat”.
            Dalam sejarahnya beliau, Nabi Muhammad menegakkan dan menyebarkan agama Islam dengan gigih. Pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Keluhuran budi pekerti beliau menjadi suri tauladan bagi siapapun yang mendambakan kedamaian dan kebahagiaan. Pencapaian ajaran yang dibawanya menjadi obor penerang bagi setiap pecinta kebenaran. Beliau adalah nabi terakhir yang diutus Tuhan kepada umat menusia dan menjadi penyempurna dari ajaran-ajaran yang dibawa oleh nabi-nabi terdahulu. 
            Pada pembahasan ini akan menguraikan mengenai tokoh terkemuka dari seorang nabi pembawa peringatan dan kabar gembira kepada umatnya yaitu Nabi Muhammad SAW, ditilik dari penafsiran-penafsiran ayat al-Qur’an yang terkait adanya kanabian dan kepribadian pada diri Nabi Muhammad SAW.

PEMBAHASAN
A. Firman Allah ayat 81 surat Al-‘Imran :  


 وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا 

مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ 

فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ

            Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil Perjanjian dari Para nabi: "Sungguh, apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan Hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya"[2]. Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" mereka menjawab: "Kami mengakui". Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para Nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu". (Al-‘Imran:81)
            Dikatakan bahwa Allah mengambil sumpah para nabi agar sebagian dari mereka membenarkan sebagian yang lain[3], menurut perkataan Said bin Jubair, Qatadah, Thawus dan Hasan bahwa itulah makna menolong dengan membenarkan sebagian yang lain. Thawus berkata,’’Allah telah mengambil perjanjian pertama dari para nabi untuk beriman terhadap ajaran nabi yang lainnya”. Ibnu mas’ud menafsirkannya “ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dari orang-orang yang diberi kitab[4]. Orang-orang basrah mengatakan bahwa jika Allah mengambil janji para Nabi maka Allah mengambil pula janji dari orang-orang yang bersamanya. Karena mereka telah membenarkan perkataan Nabi juga”[5].
            Sibawaih berkata,”aku bertanya kepada khalil bin ahmad mengenai firman Allah “Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian para nabi Sungguh apa saja yang aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, Khalil menjawab bahwa kata  لماartinya ‘yang’. Kemudian kalimat من كتب وحكمة . Kataمن  berfungsi untuk menjelaskan bentuk. Firman Allah “kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya”.yang dimaksud dengan Rasul pada ayat tersebut adalah Nabi Muhammad SAW, sesuai dengan pendapat Ali dan Ibnu Abbas kata rasul meski nakirah tapi mengisyaratkan orang tertentu. Allah mengambil perjanjian ini dari seluruh nabi untuk percaya kepada Nabi Muhammad dan menolongnya jika mereka bertemu dengannya. Allah juga menyuruh mereka untuk mengambil sumpah dari umat-umat mereka.[6]
            Sedangkan huruf ل pada kalimat لتؤ منن به adalah jawaban dari sumpah yang diambil. Kedudukanya sama dengan kedudukan sumpah.
B. Firman Allah ayat 158 surat Al-‘Araf : 

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ ۖ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

            Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (al-‘Araf:158)
            Diriwayatkan bahwasanya nabi Musa telah menyampaikan kabar gembira itu dan begitu juga dengan nabi Isa, kemudian kali ini Nabi Muhammad diperintahkan untuk mengatakanya secara langsung lewat dirinya sendiri yaitu”sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kalian semua”. Apakah kita tidak ingin mendapatkan petunjuk-Nya dengan mengikuti Nabi melalui utusanNya? sedang nabi yang kedudukannya sebagai kekasih Allah saja masih menyembah dan beriman kepada-Nya.
            Adapun yang dimaksud dari lafazhكلمته  adalah kalam Allah yang tertulis dalam kitab-kitabnya yaitu Taurad, Injil, Zabur dan Al-Qur’an.
C. Firman Allah ayat 21 surat Al-Ahzab :

 لَقَدْ كانَ لَكُمْ في‏ رَسُولِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كانَ يَرْجُوا اللهَ وَ الْيَوْمَ الْآخِرَ وَ ذَكَرَ اللهَ كَثيراً 

            Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (al-Ahzab:21)
            Kata اسوة sama artinya dengan  قضوةyaitu teladan. Sedangkan اسوةحسنة adalah perbuatan Nabi dan teladan yang baik yang harus di ikuti oleh seorang muslim pada setiap perbuatannya dan pada setiap keadaannya. Dan siapakah di dunia yang lebih baik memberikan teladan selain Nabi Muhammad?
            Ayat ini termasuk sindiran terhadap orang-orang yang absen dalam peperangan. Artinya mengapa kalian tidak ikut berperang padahal kalian telah diberikan contoh yang baik dari Nabi. Dimana beliau telah berusaha dengan keras untuk memperjuangkan agama Allah dengan ikut berperang dalam perang khandak[7].
            Para ulama ada perbedaan pandangan mengenai hukum meneladani Nabi yang tertera pada ayat tersebut. Ada dua pendapat yang berkembang dikalangan para ulama’ tentang masalah ini.
1.      Perintah ini bersifat wajib, kecuali jika ada dalil lain yang mengatakan bahwa perintah ini hanya sunnah.
2.      Perintah ini bersifat sunnah, kecuali ada dalil lain yang menyebutkan bahwa perintah ini bersifat wajib.
            Namun besar kemungkinan bahwa perintah pada ayat ini diwajibkan pada permasalahan keagamaan, sedangkan untuk masalah keduniaan perintah ini hanya bersifat sunnah saja.[8]
            Pada lafadz لمن كان يرجوالله said bin jubair mengartikannya bagi siapa saja yang mengharapkan bertemu dengan Allah dengan membawa keimanan, meyakini akan hari kebangkitan dimana seluruh amal perbuatan manusia akan diberi ganjaran.[9]
            Seseorang yang dimaksud dalam firman ini ada dua pendapat dari beberapa ulama:
1. Mereka yang dimaksud adalah orang-orang munafik karena ayat ini terhubung dengan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara tentang mereka (agar masuk islam dan mengikuti Nabi).
2. Orang-orang yang dimaksud untuk mengambil teladan dari Nabi adalah orang-orang yang beriman , karena pada firman selanjutnya disebutkan لمن كان يرجوالله واليوم اللاخر
            Sedangkan lafadz وذكرالله كثيرا artinya mengharapkan pahala dari allah dan takut akan hukuman yang diberikannya.
D. Firman Allah ayat 9 surat al-Ahqaf :
  
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ وَمَا أَدْرِي مَا يُفْعَلُ بِي وَلَا بِكُمْ ۖ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰ إِلَيَّ 

وَمَا أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ مُبِينٌ

            Katakanlah: "Aku bukanlah Rasul yang pertama di antara Rasul-rasul dan aku tidak mengetahui apa yang akan diperbuat terhadapku dan tidak (pula) terhadapmu. aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan". (Al-ahqof. 9)
            bid’ dan badii’ itu maknanya sama (yang indah) seperti nishf atau nashiif. Menurut Ikrimah dalam membaca firman Allah itu dengan بدعا (fathah huruf dal)[10], memperkirakan adanya mudhaf yang dibuang artinya adalah ماكنت صاحب بدع (aku bukanlah orang pertama).
            Firman Allahقل ماكنت بدعامن الرسل  seperti yang telah diriwayatkan oleh ibnu Abbas dan yang lainnya Al-bid’ artinya yang pertama[11]. Namun bukan orang pertama yang diutus, karena telah ada beberapa rasul sebelum aku (Nabi Muhammad).
             بي ولا بكم  وماادرى مايفعل maksud ayat ini adalah pada hari kiamat. Dalam asbabun nuzul ayat tersebut terjadi saat orang-orang musyrik, orang-orang yahudi dan orang-orang munafik merasa gembira. Mereka berkata, “Bagaimana mungkin kami mengikuti seorang nabi yang tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapnya, dan tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadap kita. Sungguh tidak ada keistimewaan baginya atas kita. Jika dia tidak mengada-ada apa yang dikatakannya itu dari dalam dirinya, niscaya Dzat yang mengutusnya akan memberitahukan kepadanya tentang apa yang akan diperbuat terhadapnya. Maka sebelumnya turunlah ayat :

لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ

            supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang (al-Fath:2). Kemudian dinasakhlah ayat ini pada ayat 9 surat al-Ahqaf. Namun pendapat yang menyatakan ayat ini dinasakh adalah tidak shahih, sebab apabila Rasulullah tidak mengetahui tentang sesuatu, kemudian beliau diberitahukan tentang sesuatu, maka hal itu tidak termasuk dalam kategori penasakh dan yang dinasakh.[12]
            Pendapat yang shahih untuk ayat tersebut menurut Abu ja’far menyatakan bahwa Rasulullah tidak tahu apa yang akan menimpa dirinya dan juga mereka, baik itu sakit ataupun sehat, kaya ataupun miskin, rendah ataupun tinggi,dsb. Karena yang mengetahui segala sesuatunya adalah hak Allah SWT sedangkan Rasul hanyalah manusia yang diutus oleh Tuhannya sebagai petujuk untuk menjelaskan firmanNya. Menurut Arh-Thabari[13] bahwa makna firman Allah tersebut adalah : Aku tidak tahu akan menjadi apa urusanku dan urusan kalian di dunia, apakah kalian akan kafir ataukah beriman, apakah kalian akan mendapatkan adzab segera atau ditangguhkan.
            Sedangkan Al-Hasan berkata dari penafsirannya “Aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku dan terhadap kalian di dunia. Adapun di akhirat Aku(memohon) perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya beliau mengetahui bahwa beliau akan masuk surga saat beliau mengambil perjanjian menjadi urusan. Meski demikian beliau berkata : Aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku di dunia. Apakah aku akan diusir sebagaimana para nabi sebelumku diusir, ataukah aku akan dibunuh sebagaimana para nabi sebelumku. Dan beliau juga tidak tahu apa yang diperbuat terhadap kalian. Apakah umatku adalah orang-orang yang jujur ataukah para pendusta.[14]


PENUTUP
            Para Rasul adalah utusan Allah yang dipilih oleh-Nya dari tengah umat manusia, membawa ajaran yang benar, kemudian Allah memunculkan kebenaran mereka agar manusia dapat melestarikan kebenaran yang mereka bawa. Maka kita sebagai orang yang beriman pun memiliki kewajiban untuk meyakini bahwa para rasul itu diutus oleh Allah SWT, membawa ajaran kebenaran-Nya, dan kemudian mengikuti mereka, terutama terhadap Nabi Muhammad SAW, sebagai penutup para Nabi dan penyempurna ajaran nabi-nabi sebelumnya.
            Nabi Muhammad adalah tokoh yang layak untuk ditiru berkaitan dengan masalah moralitas, ibadah, dakwah, pendidikan, sosial, politik, perjuangan ekonomi, rumah tangga, bahkan peperangan. Sebagai bukti konsekuensi ikrar syahadah kepada Rasulullah SAW dengan “Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah”. Maka kesaksian kita harus jujur dan istiqomah. dan berupaya semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan sunnahnya.
            Salah satu karakteristik risalah yang dibawa beliau diantaranya adalah: Ajaran Nabi Muhammad adalah penggabungan dari ajaran rasul-rasul sebelumnya. Sehingga ajaran Nabi adalah ajaran yang mensejarah dan berkaitan dengan kebenaran iman dan kebenaran syari'ah para nabi terdahulu. Serta Ajaran Muhammad bersifat universal, sehingga Allah mengutus Rasulullah untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Risalah Nabi Muhammad cocok untuk semua kelompok manusia dan semua zaman. Hal ini dimungkinkan karena ajaran islam memenuhi kebutuhan realitas kehidupan.
            Meski demikian beliau Nabi Muhammad berkata : Aku tidak tahu apa yang akan diperbuat terhadapku di dunia. Apakah aku akan diusir sebagaimana para nabi sebelumku diusir, ataukah aku akan dibunuh sebagaimana para nabi sebelumku. aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain hanyalah seorang pemberi peringatan yang menjelaskan. Dan beliau juga tidak tahu apa yang diperbuat terhadap umatnya karena Nabi Muhammad hanya sebatas utusan penyampai risalah untuk umatnya. Hanya saja ketika kita ingin mendapatkan syafa’atnya nanti diyaumul qiyamah perbanyaklah bersholawat kepadanya.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya, Abdullah bin Abdul Aziz Ali Sa’ud
Al-Qurthubi, Syikh Imam Tafsir Al-Qurthubi pustaka azzam, 2009 Jakarta
Hart, Michael Buku islam digital 100 tokoh paling berpengaruh di dunia
Ibnu Bayan Al-Jami’
Nurwahid, Hidayat dari makalah kewajiban terhadap Rasul




                [1] Tokoh Nabi Muhammad masuk daftar urutan pertama dari 100 tokoh yang paling berpngaruh dalam sejarah dalam buku islam digital oleh Michael Hart kareana dapat memainkan peranan penting adanya kombinasi antara segi agama dan segi duniawi.
                [2] Para Nabi berjanji kepada Allah s.w.t. bahwa bilamana datang seorang Rasul bernama Muhammad mereka akan iman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula Para ummatnya.
                [3] Atsar ini disebutkan oleh ibnu Athiyyah dalam Al Muharrir Al Wajiz (3/1940)
                [4] Qira’ah ini pada kitab Jami’ Al-Bayan (3/236), Al-Bahr Al Muhith (2/508), dan Ma’ani Al-Qur’an (1/431).
                [5] Syikh Imam Al-Qurthubi Tafsir Al-Qurthubi jilid 4 pustaka azzam, Jakarta hal. 328
                [6] Syikh Imam Al-Qurthubi Tafsir Al-Qurthubi jilid 7 pustaka azzam, Jakarta hal. 747
                [7] Ibid.
                [8] Ibid
                [9] Atsar ini disebutkan oleh mawardi dalam tafsirnya (3/314)
                [10] Qira’ah dengan huruf dal fathah dicantumkan oleh ibnu ‘Athiyah dalam muharrar AlWajiz (15/13), namun qira’ah ini bukanlah qira’ah mutawatir.
                [11] Syikh Imam Al-Qurthubi Tafsir Al-Qurthubi jilid 16 pustaka azzam, Jakarta hal. 480
                [12] Imam Al-Qurthubi mengikuti pendapat an-Nuhas
                [13] Jami’ Al-bayan (26/60)
                [14] Imam Al-Qurthubi dan ini termasuk pendapat yang shahih dari al-Hasan