PENDAHULUAN
...Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara”. (QS. Al-Hujurat : 10)
Dalam syari’at Islam banyak ajaran yang mengandung muatan untuk
lebih mempererat tali persaudaraan dan solidaritas sesama umat. Betapa penting
silaturahmi dalam kehidupan umat islam terutama dalam hal pendidikan. Hal ini
karena menyambung silaturahmi berpengaruh terhadap pendidikan sebagai bekal
hidup di dunia dan akhirat, orang yang selalu menyambung silaturhami akan
dipanjangkan usianya dalam arti akan dikenang selalu. Orang yang selalu
bersilaturahmi tentunya akan memiliki banyak teman dan relasi, sedangkan relasi
merupakan salah satu faktor yang akan menunjang kesuksesan seseorang dalam
berusaha. Selain dengan banyaknya teman akan memperbanyak saudara dan berarti
pula meningkatkan ketakwaan kepada Allah, hal ini karena telah melaksanakan perintah-Nya,
yakni menyambung tali silaturahmi. Bagi mereka yang bertakwa kepada Allah akan
memberikan kemudahan dalam setiap urusannya.
Salah satu tanda kesempurnaan iman seseorang mukmin ialah mencintai
saudaranya sendiri sebagaiman ia mencintai dirinya sendiri. Hal itu direalisasika
dalam kehidupan sehari-hari dengan berusaha untuk menolong dan merasakan
kesusahan maupun kebahagiaan saudaranya seiman yang didasarkan atas keimanan
yang teguh kepada Allah SWT. Tidak sebaliknya terhadap sesama muslim saling
dengki, saling menipu, saling membenci, saling menjauhi.
Rasulullah saw bersabda “Orang mukmin yang satu dengan lain
bagai satu bangunan yang bagian-bagiannya saling mengokohkan”. Seperti
halnya akhlak Nabi yang membimbing umatnya kepada perkara yang mengharuskan
kita menjadi bersaudara, saling mencintai, bersatu hati serta saling berinteraksi
antara kita dengan yang lainnya, menunjukkan kepada umatnya akhlaq mulia dan menjauhkan
kita dari keburukan. Menghilangkan dari hati kita perasaan hasad dan benci
serta menjadikan hubungan yang harmonis dalam kehidupan.
PEMBAHASAN
A.
Hadits
tentang Persaudaraan
a.
الحديث وترجمه / Matan dan Terjemahan
Hadits
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ حَدَّثَنَا دَاوُدُ يَعْنِي ابْنَ قَيْسٍ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ مَوْلَى عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ حَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ أَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ سَرْحٍ حَدَّثَنَا ابْنُ وَهْبٍ عَنْ أُسَامَةَ وَهُوَ ابْنُ زَيْدٍ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ مَوْلَى عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَامِرِ بْنِ كُرَيْزٍ يَقُولُ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرَ نَحْوَ حَدِيثِ دَاوُدَ وَزَادَ وَنَقَصَ وَمِمَّا زَادَ فِيهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَشَارَ بِأَصَابِعِهِ إِلَى صَدْرِهِ .[1]
Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah
bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais
dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki,
saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang
di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim
lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim
yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti,
merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk
dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap
berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu
dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." Telah
menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu
Sa'id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu
Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: -kemudian
perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit
penambahan dan pengurangan. Diantara tambahannya adalah; "Sesungguhnya
Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat
kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau). [Muslim no. 4650].
b. المفردات / Kosa kata (dalam hadits) :
تحاسدوا : (kalian)
saling dengki, hasud, iri hati
تناجشوا : (kalian)
saling menipu
تباغضوا : (kalian)
saling membenci
تدابروا : (kalian)
saling memutuskan hubungan
يبيع / يبع : Menjual
يخذل : Menelantarkan, merendahkan
يحقر : Menghina
صدر : Dada[2]
c. تخرج الحديث
/ Takhrij Hadits :
Sumber :
Imam Muslim
Kitab : Berbuat baik,
menyambut silaturahmi dan adab
Bab : Haramnya berlaku
zhalim kepada sesama muslim, menghina dan
meremehkannya.
Hadist : 4650
Nama lengkap perowi : Abdullah bin Maslamah
bin Qa'nab
Kalangan :
Tabi'ut Tabi'in kalangan biasa
Kuniyah
: Abu 'Abdur Rahman
Negeri semasa hidup : Madinah
Wafat : 221 H
Jalur sanad ke - 1 periwayatan Abdullah bin Maslamah
bin Qa'nab dari Daud bin Qais dari Abu Sa'id maula 'Abdullah bin 'Amir bin
Kuraiz dari Abdur Rahman bin Shakhr. Sedangkan jalur sanad ke - 2 periwayatan Ahmad
bin 'Amru bin 'Abdullah bin 'Amru As Sarh dari Abdullah bin Wahab bin Muslim
dari Usamah bin Zaid dari Abu Sa'id maula 'Abdullah bin 'Amir bin Kuraiz dari Abdur
Rahman bin Shakhr.[3]
Hadits ini Shahih, dan diriwayatkan oleh :
1. Muslim (no. 4650).
2. Imam Ahmad (II/277, 311-dengan ringkas,
360)
3. Ibnu Mâjah (no. 3933, 4213-secara
ringkas)
4. Al-Baihaqi (VI/92; VIII/250)
5. Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah (XIII/130, no. 3549).[4]
d. تحقيق الحديث / Hadits penguat
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ
أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا
تَبَاغَضُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا
وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ .[5]
Telah menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah
mengabarkan kepada kami Syu'aib dari Az Zuhri dia berkata; telah menceritakan kepadaku
Anas bin Malik radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling
membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, dan tidak
halal seorang muslim mendiamkan saudaranya melebihi tiga hari." [Bukhari no. 5605].
e. موضوعات الحديث / Tema-tema hadits (yang
berkaitan di dalam al-Qur’an)
1. Menciptakan pergaulan yang
baik dan harmonis : 49 [10]
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu
itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
2. Realisasi persaudaraan (ukhuwah
Islamiyah) : 9 [71]
tوَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan
perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya.
mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
3. Taqwa sebagai barometer kehidupan
: 49 [13]
لِتَسْتَوُوا عَلَىٰ ظُهُورِهِ ثُمَّ تَذْكُرُوا نِعْمَةَ رَبِّكُمْ إِذَا اسْتَوَيْتُمْ عَلَيْهِ وَتَقُولُوا سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَٰذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ
Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
- bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
4. Dihormatinya hak dan martabat
seorang muslim: 5 [32]
ôمِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh Karena itu kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan Karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan Karena membuat
kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan dia Telah membunuh manusia seluruhnya.
dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah dia
Telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya Telah datang
kepada mereka rasul-rasul kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, Kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.[6]
f. شرح الحديث / Syarah Hadits
Kalimat “janganlah saling mendengki”
maksudnya jangan mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain. Pada Hadis lain
disebutkan “Jauhilah olehmu sekalian sifat dengki, karena dengki itu memakan
segala kebaikan seperti api memakan kayu”. Adapun iri hati ialah tidak
ingin orang lain mendapatkan nikmat, tetapi ada maksud untuk menghilangkannya.
Terkadang kata dengki dipakai dengan arti iri hati, karena kedua kata ini
memang pengertiannya hampir sama, seperti sabda Nabi saw, dalam sebuah Hadits
riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud “Tidaklah boleh ada dengki
kecuali dalam dua perkara”. Dengki yang dimaksud dalam Hadits ini adalah
iri hati.
Kalimat “jangan kamu saling menipu”
, yaitu memperdaya. Seorang pemburu disebut penipu, karena dia memperdayakan
mangsanya. Sedangkan kalimat “jangan kamu saling membenci” maksudnya
jangan saling melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan kebencian. Kalimat “jangan
kamu saling menjauh” dalam bahasa arab adalah tadaabur, yaitu saling
bermusuhan atau saling memutus tali persaudaraan. Antara satu dengan yang lain
saling membelakangi atau menjauhi.
Sedangkan kalimat “janganlah membeli
barang yang sudah ditawar orang lain” yaitu, berkata kepada pembeli barang
pada saat sedang terjadi transaksi barang, misalnya dengan kata-kata :
“Batalkanlah penjualan ini dan aku akan membelinya dengan harga yang sama atau
lebih mahal”. Atau dua orang yang melakukan jual beli telah sepakat dengan suatu
harga dan tinggal akad saja, lalu salah satunya meminta tambahan atau
pengurangan harga. Perbuatan semacam ini haram, karena penetapan harga sudah
disepakati, adapun sebelum ada kesepakatan, tidak haram.
Kalimat “jadilah kamu sekalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara” maksudnya hendaklah kamu saling bergaul
dan memperlakukan orang lain sebagai saudara dalam kecintaan, kasih sayang,
keramahan, kelembutan, dan tolong-menolong dalam kebaikan dengan hati ikhlas
dan jujur dalam segala hal.
Kalimat “seorang muslim itu adalah
saudara bagi muslim yang lain, maka tidak boleh menzhaliminya,
menelantarkannya, mendustainya dan menghinakannya”, yang dimaksud
menelantarkan yaitu tidak memberi bantuan dan pertolongan. Jika ia meminta
tolong untuk melawan kezhaliman, maka menjadi keharusan saudaranya sesama
muslim untuk menolongnya jika mampu dan tidak ada halangan syar’i. Kalimat “tidak
menghinakannya” yaitu tidak menyombongkan diri pada orang lain dan tidak
menganggap orang lain rendah. Qadhi ‘Iyadh berkata : “Yang dimaksud dengan
menghinakannya yaitu tidak mempermainkan dan atau membatalkan janji kepadanya”.
Kalimat “taqwa itu ada di sini (seraya
menunjuk dada beliau tiga kali)”. Pada riwayat lain disebutkan : “Allah
tidak melihat jasad kamu dan rupa kamu, tetapi melihat hati kamu”. Maksudnya,
perbuatan-perbuatan lahiriyah tidak akan mendapatkan pahala tanpa taqwa. Taqwa
itu adalah rasa yang ada dalam hati terhadap keagungan Allah SWT, takut
kepada-Nya, dan merasa selalu diawasi. Pengertian, “Allah melihat” ialah
Allah mengetahui segala-galanya. Maksud Hadits ini ialah Allah akan memberinya
balasan dan mengadili, dan semua perbuatan itu dinilai berdasarkan niatnya di
dalam hati.
Kalimat “seseorang telah dikatakan
berbuat jahat jika ia menghina saudaranya sesama muslim” berisikan
peringatan keras terhadap perbuatan menghina. Allah tidak menghinakan seorang
mukmin karena telah menciptakannya dan memberinya rezeki, dan Allah ciptakan
dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah menanamkan akhlak baik kepada seorang manusia
dengan mengirimkan Rasulullah kepadanya. Maka siapa pun yang menghinakan
seseorang berarti dia telah menghinakan sang pencipta Allah SWT.
Termasuk perbuatan menghinakan seorang
muslim ialah tidak memberinya salam ketika bertemu, tidak menjawab salam bila
diberi salam, menganggapnya sebagai orang yang tidak akan dimasukkan ke dalam
surga oleh Allah atau tidak akan dijauhkan dari siksa neraka. Adapun kecaman
seorang muslim yang berilmu terhadap orang muslim yang jahil, orang adil
terhadap orang fasik tidaklah termasuk menghina seorang muslim, tetapi hanya
menyatakan sifatnya saja. Jika orang itu meninggalkan kejahilan atau
kefasikannya, maka ketinggian martabatnya dapat kembali.[7]
B. Kontekstualisasi teks Hadits
Seorang Muslim dan Muslimah tidak boleh dengki.
Karena ia adalah sifat tercela, sifat orang-orang Yahudi dan dapat merusak
amal. Allah SWT melarang manusia mengharapkan segala kelebihan dan keutamaan
yang Allah berikan kepada orang lain. Allah berfirman, yang artinya, "Dan
janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allâh kepada sebagian
kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang
mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka
usahakan. Mohonlah kepada Allâh sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allâh Maha
Mengetahui segala sesuatu".[8]
Dampak buruk dari sikap hasad[9] akan
terjerumus ke dalam beberapa bahaya, diantaranya :
1. Dengan hasad berarti dia
membenci apa yang telah Allah tetapkan. Karena, benci kepada nikmat yang Allah
berikan kepada orang lain berarti benci terhadap ketentuan Allah SWT.
2. Hasad akan menghapus
kebaikan-kebaikannya sebagaimana api menghabiskan kayu bakar.
3. Hati orang yang hasad akan
selalu merasa sedih dan susah. Setiap kali melihat nikmat Allah atas orang yang
ia dengki, ia akan berduka dan susah dan begitu seterusnya.
4. Hasad berarti menyerupai orang
Yahudi. Padalah Rasulullah saw bersabda, yang artinya, "Barangsiapa
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.[10]
5. Bagaimanapun kuatnya hasad, itu
tidak akan menghilangkan nikmat Allâh Azza wa Jalla dari orang lain.
6. Hasad dapat menghilangkan
kesempurnaan iman, berdasarkan sabda Nabi Muhammad لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُـحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا
يُـحِبُّ لِنَفْسِهِ "Tidak sempurna iman seseorang dari kalian hingga
ia menyukai bagi saudaranya apa yang ia sukai bagi dirinya"[11]
7. Hasad dapat melalaikan
seseorang dari memohon nikmat kepada Allah swt.
8. Hasad dapat menyebabkan dirinya
meremehkan nikmat Allah yang ada pada dirinya.
9. Hasad akhlak tercela, karena ia
selalu memantau nikmat Allah pada orang lain dan berusaha menghalanginya.
10. Jika orang yang hasad (dengki)
sampai bertindak zhalim kepada yang didengki, maka yang didengki itu akan
mengambil kebaikan-kebaikannya pada hari kiamat.[12]
Dan sangat jelas sekali hasad merupakan
akhlak tercela, tetapi sangat disayangkan sifat ini masih banyak ditemui di
kalangan umum masyarakat.
Najasy ditafsirkan oleh banyak Ulama dengan
najasy dalam jual beli. Yaitu menaikkan harga suatu barang yang dilakukan
oleh orang yang tidak berminat membelinya untuk kepentingan penjual supaya
untungnya lebih besar atau untuk merugikan pembeli. Termasuk praktek najasy
yaitu memuji barang dagangan seorang penjual supaya laku atau menawarnya dengan
harga yang tinggi padahal dia tidak berminat. Apa yang dilakukannya hanya untuk
mengecoh pembeli kalau jadi beli. Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu 'anhuma,
diriwayatkan bahwasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang najasy.[13]
Ibnu Abi Aufa rahimahullah mengatakan, “Nâjisy
(pelaku najasy) adalah pemakan harta riba dan pengkhianat.”[14]
Ibnu Abdil Barr rahimahullah mengatakan, “Para Ulama sepakat bahwa pelaku najasy
telah bermaksiat kepada Allah jika ia tahu najasy itu terlarangan.”[15]
Lalu bagaimana dengan keabsahan jual-beli
tersebut ? Ada Ulama yang berpendapat, jika pelaku najasy adalah
penjualnya atau orang yang disuruh penjual untuk melakukan najasy, maka
jual-beli itu tidak sah. Sebagian fuqaha’ berpendapat bahwa jual-beli najasy
sah. Hanya saja menurut Imam Mâlik dan Imam Ahmad menegaskan bahwa pembeli
mempunyai khiyâr (hak pilih antara melanjutkan jual-beli atau
membatalkannya) jika ia tidak mengetahui kondisi yang sebenarnya dan ditipu
dengan penipuan di luar batas kewajaran. Atau bisa juga najasy dalam
hadits diatas ditafsirkan dengan penafsiran yang lebih umum. Yaitu semua
muamalah yang mengandung unsur penipuan atau makar. Dalam al-Qur'ân, Allah
berfirman bahwa sifat orang-orang kafir dan munafik ialah membuat makar
terhadap para nabi dan pengikut mereka.
Dalam sabda Nabi saw ini terdapat isyarat
bahwa kemuliaan seseorang di sisi Allah itu ditentukan dengan ketakwaannya.
Orang yang dipandang hina oleh masyarakat karena lemah dan miskin, bisa jadi
lebih mulia di sisi Allah Azza wa Jalla daripada orang yang terhormat di dunia.
Allah SWT berfirman, yang artinya, "…Sungguh, orang yang paling mulia
diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa…”[16]
Ketakwaan seseorang itu letaknya di hati,
tidak ada yang dapat melihat hakikatnya kecuali Allah semata. Nabi saw bersabda,
إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ
إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ.
"Sesungguhnya Allâh tidak melihat wajah dan harta
kalian, namun Allâh melihat hati dan amal perbuatan kalian".[17]
Barangkali orang yang mempunyai wajah
tampan atau cantik, kekayaan melimpah, terpandang di dunia, namun hatinya hampa
dari takwa. Juga bisa jadi orang yang tidak mempunyai apa-apa, namun hatinya
penuh dengan takwa sehingga ia menjadi yang termulia di sisi Allah SWT. Kondisi
inilah yang sering terjadi. Disebutkan dalam hadits, dari Haritsah bin Wahb
bahwa Nabi saw bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْـجَنَّةِ : كُلُّ ضَعِيْف مُسْتَضْعَف ، لَوْ أَقْسَمَ
عَلَى اللهِ لَأَبَرَّهُ أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ : كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظ
مُسْتَكْبِر
"Maukah kalian aku tunjukkan
penghuni surga; yaitu setiap orang lemah yang dianggap lemah. Seandainya ia
bersumpah atas nama Allâh, pasti dikabulkan. Maukah kalian aku jelaskan
penghuni neraka yaitu setiap orang yang congkak, angkuh dan sombong.
PENUTUP
1. Hasad (dengki) itu hukumnya haram
2. Larangan saling membenci dan perintah untuk saling
mencintai.
3. Sistem jual-beli najasy (meninggikan harga
untuk menipu pembeli) itu haram.
4. Larangan menawar atau menjual atas tawaran penjualan
saudaranya.
5. Wajib memupuk persaudaraan antar kaum Muslimin.
6. Darah, harta dan kehormatan seorang muslim haram
atas muslim lainnya.
7. Hati merupakan sumber segala sesuatu.
8. Takwa tempatnya di hati dan dibuktikan dengan amal
shalih.
10.Takwa dan niat yang shalih adalah timbangan bagi
Allah atas hamba-hamba-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-Karim
Ensiklopedi Kitab 9 Imam Hadits
; http//hadisonline/hadis9/kitab.
Hadits Arbain Nawawi no. 35
Kitabul ‘Ilmi.
Kutub at-Tis’ah Softwere
[1] Shahih Muslim
no. 4650 dalam Kutub at-Tis’ah
[2] http://hadits-tentang-persaudaraan-islam.html
[3] Ensiklopedi
Kitab 9 Imam Hadits ; http//hadisonline/hadis9/kitab.
[4] http://almanhaj.or.id/content/larangan-saling-mendengki/
[5] Shahih Bukhari
no. 5605 dalam Kutub at-Tis’ah
[6] Lihat Hadits
Arbain Nawawi no. 35
[7] http://rumahislam.com/hadis/arbain-imam-nawawi/103-nawawi-35.html
[9] Dinukil dari
Kitabul ‘Ilmi. (hlm. 72-75).
[10] Shahih.
Diriwayatkan oleh Ahmad (V/50, 92), dan Abu Dawud (no. 4031), dari Shahabat
Ibnu ‘Umar r.a,. Lihat Shahih al-Jami’ish Shaghir (no. 6149) dan Jilbabul
Mar-atil Muslimah (hlm. 203-204).
[11] Shahih. Diriwayatkan
oleh al-Bukhâri (no. 13) Muslim (no. 45), Nasâ-i (VIII/115), at-Tirmidzi (no.
2515), Dârimi (II/307), Ibnu Mâjah (no. 66), dan Ahmad (III/176, 206, 251, 272,
278, 279), dari Anas r.a.
[12] http://almanhaj.or.id/content/larangan-saling-mendengki/
[13] Shahih. HR.
Bukhâri (no. 2142, 6963), Muslim (no. 1516), dan lainnya.
[14] Shahih. HR.
Bukhâri (no. 2675).
[15] At-Tamhîd
(XII/290).
[17] Shahih. HR.
Muslim (no. 2564 (33)), Ahmad (II/539), dan lainnya dari Abu Hurairah r.a.