PENDAHULUAN
Setiap manusia baik laki-laki atau
perempuan lahir dari sebagian lelaki dan sebagian perempuan yang perpaduan
antara sperma lelaki dan indung telur perempuan, meskipun berbeda-beda ayah dan
ibunya, unsur dan proses kejadian mereka sama. Karena itu antara laki-laki dan
perempuan dari segi kemanusiaan tidak ada beda keduanya, dan karenanya pula
Allah SWT tidak mengurangi sedikit pun ganjaran yang diberikan kepada mereka
masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.
Namun, dalam konteks saat ini tidak
sedikit orang yang melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa memperdulikan hak
asasi manusia. Seperti halnya tindakan kekerasan terhadap kaum perempuan yang
dianggap lemah. Padahal dalam ayat Al-Qur’an Allah SWT mewajibkan diantara
mereka (hamba-hamba Allah), sebagian dari mereka harus memelihara hak sebagian
yang lain, meskipun garis keturunan mereka pada nenek moyang yang menyatukan
mereka sangat jauh (Adam dan Hawa), kewajiban mereka dalam konteks keluarga
(garis keturunan yang dekat) mereka harus saling menyayangi agar dapat saling
berlaku adil dan tidak saling mendzalimi.
Semua manusia berasal dari satu
keturunan, sama-sama dari satu keturunan yang dihimpun dari satu ayah dan ibu,
tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, pintar dan
bodoh. Semua dituntut untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam
masyarakat serta saling menghormati hak hak asasi manusia. Oleh karenanya
sangat tidak wajar orang menghina atau merendahkan sebagian yang lain dan atau
mendiskriminasikan sebagian hanya sebatas dari perbedaan gender yang sering
menjatuhkan kaum perempuan.
Pada makalah ini akan diuraikan
beberapa penjelasan kehidupan sosial dalam hal kemasyarakatan terkait dengan
ayat-ayat Al-Qur’an tentang perempuan dengan disertai asbabun nuzul ayat untuk
dikaitkan dengan konteks saat ini yang kemudian diambil manfaat dan hikmahnya.
PEMBAHASAN
A.
Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an
- Surat Ali
Imran : 195
a.
Ayat dan Terjemahannya
فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ
Artinya: Maka
Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman):
"Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di
antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah
turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir
dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang
dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku
masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai
pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
b.
Sabab al-Nuzul
Diriwayatkan
oleh Abdurrazaq, Sa’id bin Manshur, At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim,
yang bersumber dari Ummu Salamah. Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulallah, Saya
tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam al-Quran mengenai
peristiwa hijrah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut dia atas sebagai
penegasan atas pertanyaannya, yaitu ayat: ”seseungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, (baik laki-laki
atau perempuan).[1]
c.
Tafsir mufradat
فاستجاب لهم :
Artinya sama dengan فأجابهم
‘Allah
menjawab mereka’
لا أضيع : aku
tidak akan menelantarkan. Semakna dengan أهمله, فقده, أفناه
من ذكر أو أنثى : من di sini adalah badal dari
kalimat منكم,
jadi maknanya adalah
لا أضيع عمل عامل منكم , من الذكور والإناث
“ Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kalian, baik laki-laki
maupun perempuan”
ذكر : atau الذكر berarti mengisi atau menuangkan, mengingat, mempelajari,
menyebutkan, laki-laki atau jantan. Menurut Waryono Abdul Ghafur, kata الذكر lebih berkonotasi biologis (seks) yang bisa digunakan untuk
selain manusia. Disebutkan dalam al-Quran sebanyak 18 kali.[2]
أنثى : lawan
dari ذكر
yang berarti lembut, lemas dan halus. Kata ini disebut sebanyak 30 kali
semuanya menunjuk pada jenis kelamin perempuan.
بعضكم من بعض : sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Yakni
perempuan dan laki-laki adalah bagaian satu sama lain, saling melengkapi,
menjalin kebersamaan dan kemitraan.
d.
Tafsir Ayat Menurut Ulama Tafsir
Kalimat انى لأ اُضيع عمَل عمِل من ذَكر اواُنْثي, menurut Quraish
Syihab bahwa ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya. Allah memperkenankan doa,
dzikir, serta usaha berfikir para hambanya. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan
ganjaran amal orang-orang yang beramal, berpikir, berdoa dengan tulus siapa pun
itu tidak memandang jenis kelamin. Demikian pula orang yang rela meninggalkan
kampung halamannya (hijrah) dan diusir dari kampung halaman demi mempertahankan
islam, rela disakiti, berperang, dibunuh, siapa pun itu baik laki-laki maupun
perempuan baginya adalah ampunan dari Allah, Allah akan menutupi segala
kesalahannya dan menganugrahkan surga bagi mereka.[3]
بعضكم من بعض
sesungguhnya beramal
itu tidak dibebankan kepada laki-laki saja. Perempuan mempunyai hak dan
kewajiban sebagaimana laki-laki pun mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
Mereka adalah hidup berdampingan, kerja sama terutama dalam membangun tatanan
masyarakat. Keduanya memiliki tugas masing-masing yang saling melengkapi, baik
itu dalam rumah tangga atau dalam kemasyarakatan. Hamka mengibaratkan kerja
sama laki-laki dan perempuan seperti ketika membangun sebuah mesjid, laki-laki
bertukang, perempuan membawakan makanan. Begitu pula kerja sama dalam
peperangan, laki-laki berjuang berhadapan dengan musuh, tangan perempuan
membalut yang luka dan menyediakan makanan.[4] Sebab
seperti yang yang diungkapkan Quraish Syihab bahwa laki-laki dan perempuan sama
saja, tercipta dari sperma dan indung telur, karenanya tidak ada perbedaan dari
segi kemanusiaan dan derajat, dan Allah tidak mengurangi sedikit pun ganjaran
yang diberikan kepada mereka masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.
Hamka juga
menyatakan bahwa kerja sama antara laki-laki dan perempuan itu perlu ditegakan,
hal ini telah dibuktikan dalam sejarah Islam sejak mula perkembangannya, dari
Mekkah sampai Madinah. Lihat sosok perempuan-perempuan yang mula-mula masuk
Islam, seperti perjuangan Khadijah binti Khuwailid, Ummi Yasir yang disula
kemaluannya oleh kaum kafir Quraisy, keberanian Ummi Habibah dan Nasibah yang
selalu hadir dalam kancah peperangan membela Rasulallah dan agamanya[5].
Perempuan
zaman Nabi dan sahabat ikut berjuang, berlomba-lomba dalam kebaikan, sesuai
dengan bakat dan kemampuannya. Bahkan perang sekalipun, seperti kata Ibn Abbas:
“ perempuan-perempuan ikut perang bersama Rasulallah”, Ibn Mas’ud juga berkata:
“perempuan-perempuan di peperangan uhud berdiri di garis belakang kaum
laki-laki, mengobati yang luka.”[6]
Kalau dalam
beberapa negeri islam terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, itu bukanlah
kesalahan dari islam, melainkan karena umat islam yang tidak berpedoman lagi kepada
hukum tatanan islam. Tetapi, harus pula diperhatikan bahwa hak-hak perempuan
yang diberikan islam itu bukanlah menggantikan atau menandingi kedudukan
laki-laki[7]
karena secara kodroti sebagai imam adalah seorang laki-laki.
2. Surat An-Nisa: 01
2. Surat An-Nisa: 01
a.
Ayat dan Terjemahnya
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
Artinya: “Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada
keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”
b.
Sabab al-Nuzul
Sementara ini
penulis belum menemukan sebab turunnya ayat di atas dengan alasan karena tidak
semua ayat dalam al-Qur’an ada asbabun nuzulnya.
- Tafsir mufradat
من نفس واحدة : “Allah
telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu”. Yang dimaksud adalah seorang
laki-laki, yaitu Adam. Makna laki-laki ini seperti dalam syair berikut:
ابوك خليفة ولدته أخرى # وأنت خليفة ذالك الكمال
“ Ayahmu
adalah seorang khalifah yang dilahirkan oleh (seorang khalifah) yang lain, dan
engkau adalah seorang khalifah, dan itulah kesempurnaan”
Lafadz ولدته أخرى memakai mua’anas padahal maksudnya adalah seorang
laki-laki.
زوجها : pasangannya
yakni pasangan Adam as. yang populer bernama Hawa.
بث : memperkembangbiakan.
Kata ini bermakna خلق (menciptakan) Yakni dari pasangan Adam dan Hawa ini lahirlah
manusia yang banyak dan terus berkembang.
رجالا : secara etimologis
kata ini mengandung beberapa arti yaitu mengikat, berjalan kaki, tumbuh-tumbuhan
dan laki-laki. Kata ini biasanya digunakan untuk menunjuk laki-laki yang sudah
dewasa baik secara biologis dan sebagai laki-laki jantan. Dalam Al-Qur’an kata
ini disebut sebanyak 55 kali dengan makna yang berbeda, seperti gender
laki-laki (Q.S. 2: 282), orang (Q.S. 7: 46), Nabi atau Rasul (Q.S. 21: 4), tokoh
masyarakat (Q.S. 36: 20), budak (Q.S. 39: 29).
نساء : perempuan yang
sudah matang atau dewasa. Kata ini biasanya diterjemahkan dengan istri atau perempuan
yang sudah berkeluarga. Kata nisa’ dan mar’ah tidak digunakan
bagi perempuan di bawah umur. Dalam al-Quran kata ini disebut sebanyak 59 kali.
- Tafsir Ayat
Menurut Ulama Tafsir
“wahai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari yang
satu”. Ayat ini merupakan panggilan kepada manusia, tanpa memandang suku, ras,
bangsa ataupun warna kulit, ketahuilah bahwa Dialah satu-satunya Dzat yang
menciptakan seluruh manusia dari sosok yang satu. Dan mengingatkan seluruh
manusia di jagat bumi ini bahwa nenek moyang mereka adalah sama, satu keturunan
dari seorang laki-laki yaitu Adam dan perempuan, Hawa. Oleh karena itu, sebab
berada dalam satu keturunan maka hendaklah mereka satu sama lain harus saling
menjaga, memelihara hak dan kewajiban masing-masing layaknya sebagai saudara.
Adam dan Hawa
adalah nenek moyang manusia. Sebagaimana diisyaratkan dalam penggalan ayat نفس menurut beberapa
riwayat, disebutkan dalam tafsir al-Thabari:
Muhammad bin
Al-Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Mudfadhdhal
menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath menceritkan kepada kami dari
As-Suddi, dia berkata, ‘Firman Allah khalaqakum min nafsim waahidah ,
maknanya adalah Adam a.s.[8]
Para pakar
tafsir yang lain juga memahami nafs dalam ayat ini bermakna Adam,
seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Jalaluddin As-Suyuthi, Ibn Katsir,
Al-Qurthubi, Al-Baqa’i, Abu Su’ud, dll. Namun, Muhammad Abduh dan Al-Qasimi tidak
berpendapat demikian, mereka memahami arti nafs dalam arti “jenis”.
Hawa adalah
pasangan Adam, sebagaimana diterangkan dalam salah satu riwayat berikut ini,
Muhammad bin Amr menceritkan
kepadaku, ia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada Kami dari Ibn Abi Najih,
dari Mujahid, tentang firman Allah ta’ala wa khalaqa minha zaujah , ia
berkata bahwa maknanya adalah Hawa, yang tercipta dari dua tulang rusuk Nabi
Adam a.s saat beliau tertidur, lalu beliau terjaga dan berkata, Atsa, dengan
bahasa Nibthi yang berarti istri.
Itulah salah satu riwayat yang
menyatakan bahwa Hawa adalah pasangan Adam, dan Hawa sendiri diciptakan dari
Adam dari tulang rusuknya yang sebelah kiri paling bawah. Ulama-ulama tafsir
terdahulu juga sepakat demikian, hal ini juga diperkuat dari hadis yang
menyatakan:
استوصوا بالنساء خيرا فإنهن خلقن من ضلع أعوج
“
pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan
dari tulang rusuk yang bengkok...” (Hadis riwayat At-Tirmidzi dari Abu
Hurairah).
Hadis ini ada yang memahaminya
secara harfiah, seperti ulama-ulama terdahulu, dan ada pula yang memahaminya
secara metafora dan bahkan ada yang menolak tentang hadis ini, seperti ulama
kontemporer saat ini. Ulama terhadulu memahami bahwa perempuan adalah bagian
dari laki-laki, tanpa laki-laki perempuan tidak ada dan perempuan itu bersifat
“auja”. Sementara itu yang memahami secara metafora berpendapat bahwa para
lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena karakter dan
kecenderungan mereka tidak sama dengan laki-laki.
M. Quraish Syihab sebagai mufasir
kontemporer, menampik pemahaman ulama terdahulu tersebut di atas. Beliau
sependapat dengan Ath-Thabatha’i bahwa sesungguhnya surat An-Nisa ayat 1 ini menegaskan
perempuan (istri Adam) itu diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat
tersebut sedikit pun tidak mendukung anggapan bahwa perempuan diciptakan dari
tulang rusuk Adam, sebab Al-Quran secara pasti tidak berbicara demikian, bahkan
paham bahwa perempuan itu tercipta dari laki-laki itu timbul dari pemahaman
Yahudi dalam Perjanjian Lama (Kejadian II: 21).[9]
- Surat
An-Nisa: 32
a.
Ayat dan Terjemahnya
وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
Artinya: “ Dan
janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian
kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian
daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari
apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
b.
Asbab al-Nuzul
Dalam suatu
riwayat dikumukakan bahwa Ummu Salamah berkata: “kaum laki-laki berperang,
sedang wanita tidak, dan kami pun (kaum wanita) hanya mendapat setengah bagian
warisan laki-laki.” Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai teguran agar tidak
iri hati atas ketetapan Allah. Berkenaan dengan itu pula, turun surah Al-Ahzab
ayat 35, sebagai penjelasan bahwa Allah tidak membeda-bedakan antara kaum
muslimin dan muslimat dalam mendapatkan ampunan dan pahala. (Diriwayatkan oleh
at-Tirmidzi dan Al-Hakim, yang bersumber dari Ummu Salamah)[10]
- Tafsir Mufradat
لا تتمنوا : dari
pokok kata tamaniy, yaitu mengangan-angan, atau berkhayal memikirkan
kelebihan orang lain, kekayaan orang, ketinggian yang dicapainya. Menurut Hamka
angan-angan adalah memikirkan hal yang diri sendiri sukar mencapainya. Maka
akibat dari angan-angan ini timbullah dengki iri hati kepada orang yang
mendapat kelebihan itu. Sebab itu Ibn Abas di dalam tafsrinya langsung saja
memberi arti tamannau dengan hasad.[11]
اكتسبوا : berasal dari kata al-kasbu
bermakna al-‘amal (kerja, usaha). Maka yang disebut al-muktasib adalah
al-muhtarif (orang yang bekerja).
- Tafsir Ayat
Menurut Ulama Tafsir
Dalam tafsir
At-Thabari diterangkan bahwa ayat ini adalah larangan bagi hamba Allah agar jangan
iri dan berangan-angan ingin mendapatkan karunia yang dimiliki oleh orang lain,
iri atas derajat yang diberikan oleh Allah kepada orang lain. Perempuan tidak
boleh iri hati terhadap kedudukan dan derajat kebaikan laki-laki, demikian pula
sebaliknya. Dan sebaiknya ridha dengan bagian yang diberikan oleh Allah yang
telah di tentukan, dan memintalah kepada Allah.
Derajat dan
kedudukan, Allah memberikannya tidak pandang bulu, siapa yang berusaha dialah
yang dapat. Pahala laki-laki dan perempuan sama saja, meski tugas dan tanggung
jawabnya berbeda. Wanita mendapatkan balasan atas amal kebaikannya sepuluh kali
lipat, demikian pula kaum laki-laki.
At-Thabari menjelaskan bahwa ayat للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن ayat ini tidak boleh dimaknai “bagi kaum laki-laki bagian dari
apa yang mereka warisi, dan bagi perempuan bagian yang mereka warisi,” sebab
jika ayat tersebut dimaknai demikian, maka akan dikatakan “Bagi kaum laki-laki
bagian dari apa yang tidak mereka perbuat, dan bagi kaum perempuan apa yang
tidak mereka perbuat. Dan harus dimaknai bahwa kaum laki-laki mendapat bagian
dari Allah berupa pahala dan siksa atas apa yang mereka lakukan, sesuai dengan
kebaikan dan keburukan yang merka perbuat, begitu juga kaum wanita.[12]
- Surat
At-Taubah: 71
a. Ayat dan terjemahnya
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Artinya: “ Dan
orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah)
menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang
makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan
mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh
Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
b. Sabab al-nuzul
b. Sabab al-nuzul
Sementara ini
penulis belum menemukan sebab turunnya ayat di atas dengan alasan karena tidak
semua ayat dalam al-Qur’an ada asbabun nuzulnya.
c. Tafsir mufradat
c. Tafsir mufradat
أولياء : kekasih, teman, penguasa.
d. Tafsir ayat menurut ulama tafsir
d. Tafsir ayat menurut ulama tafsir
Menurut M.
Qurais Shihab, ayat di atas merupakan ayat yang sering dikemukakan oleh para
pemikir islam berkaitan dengan hak-hak politik perempuan, yang secara umum
dipahami bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan wajib melakukan kerja sama
untuk berbagai bidang kehidupan. Ini dipahami dari redaksi “menyuruh
mengerjakan yang makruf dan mencegah yang mungkar”.
Demikian pula pengertian
kata auliya itu mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan dalam
rangka amar makruf, memberikan nasihat atau kritik kepada penguasa, auliya.
Sehingga setiap laki-laki dan perempuan mampu memberi nasihat dan saran untuk
berbagai kehidupan.
B.
Analisis, Aktualisasi dan Kontektualisasi
ayat
Allah telah
menciptakan alam ini dengan sempurna. Alam jagat raya ini dibangun begitu
sempurna dan seimbang. Allah menciptakan bumi, tanah, hewan, tumbuhan, udara,
manusia, dan banyak lagi. Masing-masing mereka mengemban tugas masing-masing. Selain
itu pula Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki-laki dan
ada perempuan.
Manusia di
bumi ini semuanya berasal dari dari satu pasangan manusia, yaitu Adam dan Hawa. Sebagaimana dijelaskan
kejadiannya dalam surat an-Nisa ayat 1: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan daripada keduanya, Allah memperkembangbiakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak”.
laki-laki dan
perempuan di bumi ini adalah satu keluarga, satu keturunan, lahir dengan cara
yang sama. Oleh karena itu manusia hendak ingat tugasnya hidup di bumi ini
yakni beribadah, dan terus berlomba-lomba -fastabiqul khairat- untuk
mendapatkan peredikat taqwa kepada Allah,. Sebab Allah berfirman dalam surat
Ali Imran ayat 195: sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang
beramal, baik laki-laki maupun perempuan.
Oleh karena
itu apabila ada orang telah mendapatkan karunia dari Allah maka hendaklah
jangan iri, sebab karunia itu sebenarnya adalah keringat sendiri. perempuan
jangan iri dengan derajat yang diperoleh laki-laki sebab itu adalah hasil
usahanya, dan sebaliknya. Derajat pahala
ataupun kemadharatan itu tanggung jawab sendiri, sebagaimana firman Allah surat
an-Nisa ayat 32: janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi
orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para
wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada
Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.
Harus diingat pula
bahwa laki dan perempuan itu bersaudara, berteman. Kalau salah satu mengemban
tugas dan amanat maka hendaklah untuk saling menasehati dan saling
bermusyawarah, hal ini demi membentuk tatanan keluarga dan atau membangun masyarakat
dalam kehidupan yang harmonis dan maju, sebagaimana firman Alllah dalam surat
At-Taubah ayat 71: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan
diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Islam sebagai rahmatan
lil alamain tidak mengajarkan umatnya untuk saling membenci, melarang
umatnya mendiskriminasi hak sesama, terutama terkait seksualitas atau gender. Sama
sekali islam tidak merendahkan wanita, bahkan memberikan kebebasan bagi siapa
pun. Hukum alam tetap berlaku siapa yang baik itulah yang baik. Wanita yang
pintar lebih baik dari pada laki-laki yang bodoh. Wanita punya kebebasan
sosial, punya hak politik, dan tidak lupa punya kewajiban. Dari dulu sejak
munculnya hingga abad sekarang ini, islam adalah acuan membebaskan hak-hak.
PENUTUP
M. Quraish
Syihab memberikan pernyataan bahwa laki-laki dan perempuan sama saja, tercipta
dari sebagian lelaki –sperma– dan sebagian perempuan –indung telur–, karenanya
tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan dan derajat, dan Allah tidak
mengurangi sedikit pun ganjaran yang diberikan kepada mereka masing-masing
menyangkut amal kebaikan yang sama.
Sesungguhnya beramal
itu tidak dibebankan kepada laki-laki saja. Perempuan mempunyai hak dan
kewajiban sebagaimana laki-laki pun mempunyai hak dan kewajiban masing-masing.
Mereka adalah hidup berdampingan, kerja sama terutama dalam membangun tatanan
masyarakat. Keduanya memiliki tugas masing-masing yang saling melengkapi, baik
itu dalam rumah tangga atau dalam kemasyarakatan.
Menurut Hamka
bahwa kerja sama antara laki-laki dan perempuan itu perlu ditegakan, hal ini
telah dibuktikan dalam sejarah Islam sejak mula perkembangannya, dari Mekkah
sampai Madinah. Lihat sosok perempuan-perempuan yang mula-mula masuk Islam,
seperti perjuangan Khadijah binti Khuwailid, Syahidnya Ummi Yasir yang disula
kemaluannya oleh kaum kafir Quraisy, keberanian Ummi Habibah dan Nasibah yang selalu hadir dalam kancah
peperangan membela Rasulallah dan agamanya.
Islam sebagai rahmatan
lil alamain tidak mengajarkan umatnya untuk saling membenci, melarang
umatnya mendiskriminasi hak sesama, terutama terkait seksualitas atau gender.
Sama sekali islam tidak merendahkan wanita, bahkan memberikan kebebasan bagi
siapa pun termasuk kaum perempuan. Apa yang diterapkan oleh agama Islam
bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh perempuan sebelum datangnya
Islam, yang menginformasikan sebelum turunya Al-Qur’an terdapat sekian banyak
peradaban –seperti Yunani, Romawi, India, dan Cina– yang pada zaman dulu
perempuan hanyalah pemenuhan naluri seks pria belaka. Wallahu ‘alam
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-karim dan Terjemahnnya
Dahlan, A.A. Asbabun Nuzul: Latar
Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran (Bandung:
CV Diponegoro, 2009
Ghafur, Abdul Waryono,
Tafsir Sosial: Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogyakarta: eLSAQ Press,
2005),
Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapore:
Kerjaya Print Pte Ltd, 2007).
Shihab, M. Quraish,
Tafsir Al-Misbah: pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran (Tangerang: Lentera
Hati, 2007)
Shihab, M. Qurish,
Wawasan Al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan,
2007),
Tafsir At-Thabari.
[1] A.A Dahlan, Asbabun
Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran (Bandung: CV
Diponegoro, 2009) cet. Ke-9, hlm. 126.
[2] Waryono Abdul
Ghafur, Tafsir Sosisl: Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2005), hlm. 107.
[3] M. Quraish
Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran
(Tangerang: Lentera Hati, 2007) jilid 2 cet. Ke-9, hlm. 316.
[4] Hamka, Tafsir
Al-Azhar (Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007) jilid 2 cet. Ke-7, hlm.
1037.
[5] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, hlm. 1039.
[6] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, hlm. 1037 dikutip dari Kitab Musnad Imam Ahmad, Juz 1 hal. 463.
[7] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, hlm. 1041.
[8] Tafsir
At-Thabari, hlm. 351.
[9] M. Quraish
Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2007), hlm. 398.
[10] A.A Dahlan, Asbabun
Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran (Bandung: CV
Diponegoro, 2009) cet. Ke-9, hlm. 268.
[11] Hamka. Tafsir
Al-Azhar. hlm, 1185
[12] M. Qurish Shihab,
Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 2007), hlm. 417.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar