Jumat, 20 Desember 2013

TAFSIR SOSIAL AYAT AL-QUR'AN TENTANG PEREMPUAN

PENDAHULUAN

Setiap manusia baik laki-laki atau perempuan lahir dari sebagian lelaki dan sebagian perempuan yang perpaduan antara sperma lelaki dan indung telur perempuan, meskipun berbeda-beda ayah dan ibunya, unsur dan proses kejadian mereka sama. Karena itu antara laki-laki dan perempuan dari segi kemanusiaan tidak ada beda keduanya, dan karenanya pula Allah SWT tidak mengurangi sedikit pun ganjaran yang diberikan kepada mereka masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.
Namun, dalam konteks saat ini tidak sedikit orang yang melakukan tindakan sewenang-wenang tanpa memperdulikan hak asasi manusia. Seperti halnya tindakan kekerasan terhadap kaum perempuan yang dianggap lemah. Padahal dalam ayat Al-Qur’an Allah SWT mewajibkan diantara mereka (hamba-hamba Allah), sebagian dari mereka harus memelihara hak sebagian yang lain, meskipun garis keturunan mereka pada nenek moyang yang menyatukan mereka sangat jauh (Adam dan Hawa), kewajiban mereka dalam konteks keluarga (garis keturunan yang dekat) mereka harus saling menyayangi agar dapat saling berlaku adil dan tidak saling mendzalimi.
Semua manusia berasal dari satu keturunan, sama-sama dari satu keturunan yang dihimpun dari satu ayah dan ibu, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, kecil dan besar, pintar dan bodoh. Semua dituntut untuk menciptakan kedamaian dan rasa aman dalam masyarakat serta saling menghormati hak hak asasi manusia. Oleh karenanya sangat tidak wajar orang menghina atau merendahkan sebagian yang lain dan atau mendiskriminasikan sebagian hanya sebatas dari perbedaan gender yang sering menjatuhkan kaum perempuan.
Pada makalah ini akan diuraikan beberapa penjelasan kehidupan sosial dalam hal kemasyarakatan terkait dengan ayat-ayat Al-Qur’an tentang perempuan dengan disertai asbabun nuzul ayat untuk dikaitkan dengan konteks saat ini yang kemudian diambil manfaat dan hikmahnya.


PEMBAHASAN
A.    Penafsiran Ayat-ayat Al-Qur’an
  1. Surat Ali Imran : 195
a.       Ayat dan Terjemahannya

 فَاسْتَجَابَ لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ ۖ بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ ۖ فَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَأُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ وَأُوذُوا فِي سَبِيلِي وَقَاتَلُوا وَقُتِلُوا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأُدْخِلَنَّهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ثَوَابًا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الثَّوَابِ

Artinya: Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."
b.      Sabab al-Nuzul
Diriwayatkan oleh Abdurrazaq, Sa’id bin Manshur, At-Tirmidzi, Al-Hakim, dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ummu Salamah. Ummu Salamah berkata: “Wahai Rasulallah, Saya tidak mendengar Allah menyebut khusus tentang wanita di dalam al-Quran mengenai peristiwa hijrah.” Maka Allah menurunkan ayat tersebut dia atas sebagai penegasan atas pertanyaannya, yaitu ayat: ”seseungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, (baik laki-laki atau perempuan).[1]
c.       Tafsir mufradat
فاستجاب لهم        : Artinya sama dengan فأجابهم ‘Allah menjawab mereka’
لا أضيع              : aku tidak akan menelantarkan. Semakna dengan أهمله, فقده, أفناه
من ذكر أو أنثى     : من  di sini adalah badal dari kalimat منكم, jadi maknanya adalah
لا أضيع عمل عامل منكم , من الذكور والإناث
“ Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kalian, baik laki-laki maupun perempuan”
ذكر       : atau الذكر berarti mengisi atau menuangkan, mengingat, mempelajari, menyebutkan, laki-laki atau jantan. Menurut Waryono Abdul Ghafur, kata الذكر lebih berkonotasi biologis (seks) yang bisa digunakan untuk selain manusia. Disebutkan dalam al-Quran sebanyak 18 kali.[2]
أنثى       : lawan dari ذكر yang berarti lembut, lemas dan halus. Kata ini disebut sebanyak 30 kali semuanya menunjuk pada jenis kelamin perempuan.
بعضكم من بعض : sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Yakni perempuan dan laki-laki adalah bagaian satu sama lain, saling melengkapi, menjalin kebersamaan dan kemitraan.
d.      Tafsir Ayat Menurut Ulama Tafsir
Kalimat انى لأ اُضيع عمَل عمِل من ذَكر اواُنْثي, menurut Quraish Syihab bahwa ayat ini berhubungan dengan ayat sebelumnya. Allah memperkenankan doa, dzikir, serta usaha berfikir para hambanya. Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan ganjaran amal orang-orang yang beramal, berpikir, berdoa dengan tulus siapa pun itu tidak memandang jenis kelamin. Demikian pula orang yang rela meninggalkan kampung halamannya (hijrah) dan diusir dari kampung halaman demi mempertahankan islam, rela disakiti, berperang, dibunuh, siapa pun itu baik laki-laki maupun perempuan baginya adalah ampunan dari Allah, Allah akan menutupi segala kesalahannya dan menganugrahkan surga bagi mereka.[3]
بعضكم من بعض sesungguhnya beramal itu tidak dibebankan kepada laki-laki saja. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana laki-laki pun mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Mereka adalah hidup berdampingan, kerja sama terutama dalam membangun tatanan masyarakat. Keduanya memiliki tugas masing-masing yang saling melengkapi, baik itu dalam rumah tangga atau dalam kemasyarakatan. Hamka mengibaratkan kerja sama laki-laki dan perempuan seperti ketika membangun sebuah mesjid, laki-laki bertukang, perempuan membawakan makanan. Begitu pula kerja sama dalam peperangan, laki-laki berjuang berhadapan dengan musuh, tangan perempuan membalut yang luka dan menyediakan makanan.[4] Sebab seperti yang yang diungkapkan Quraish Syihab bahwa laki-laki dan perempuan sama saja, tercipta dari sperma dan indung telur, karenanya tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan dan derajat, dan Allah tidak mengurangi sedikit pun ganjaran yang diberikan kepada mereka masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.
Hamka juga menyatakan bahwa kerja sama antara laki-laki dan perempuan itu perlu ditegakan, hal ini telah dibuktikan dalam sejarah Islam sejak mula perkembangannya, dari Mekkah sampai Madinah. Lihat sosok perempuan-perempuan yang mula-mula masuk Islam, seperti perjuangan Khadijah binti Khuwailid, Ummi Yasir yang disula kemaluannya oleh kaum kafir Quraisy, keberanian Ummi Habibah dan Nasibah yang selalu hadir dalam kancah peperangan membela Rasulallah dan agamanya[5].
Perempuan zaman Nabi dan sahabat ikut berjuang, berlomba-lomba dalam kebaikan, sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Bahkan perang sekalipun, seperti kata Ibn Abbas: “ perempuan-perempuan ikut perang bersama Rasulallah”, Ibn Mas’ud juga berkata: “perempuan-perempuan di peperangan uhud berdiri di garis belakang kaum laki-laki, mengobati yang luka.”[6]
Kalau dalam beberapa negeri islam terdapat perempuan tertindas dan tidak diberi hak, itu bukanlah kesalahan dari islam, melainkan karena umat islam yang tidak berpedoman lagi kepada hukum tatanan islam. Tetapi, harus pula diperhatikan bahwa hak-hak perempuan yang diberikan islam itu bukanlah menggantikan atau menandingi kedudukan laki-laki[7] karena secara kodroti sebagai imam adalah seorang laki-laki.

2.     Surat An-Nisa: 01
a.       Ayat dan Terjemahnya
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”
b.      Sabab al-Nuzul
Sementara ini penulis belum menemukan sebab turunnya ayat di atas dengan alasan karena tidak semua ayat dalam al-Qur’an ada asbabun nuzulnya.
  1. Tafsir mufradat
من نفس واحدة      : “Allah telah menciptakan kamu dari jiwa yang satu”. Yang dimaksud adalah seorang laki-laki, yaitu Adam. Makna laki-laki ini seperti dalam syair berikut:
ابوك خليفة ولدته أخرى # وأنت خليفة ذالك الكمال
“ Ayahmu adalah seorang khalifah yang dilahirkan oleh (seorang khalifah) yang lain, dan engkau adalah seorang khalifah, dan itulah kesempurnaan”
Lafadz ولدته أخرى memakai mua’anas padahal maksudnya adalah seorang laki-laki.
زوجها    : pasangannya yakni pasangan Adam as. yang populer bernama Hawa.
بث        : memperkembangbiakan. Kata ini  bermakna خلق (menciptakan) Yakni dari pasangan Adam dan Hawa ini lahirlah manusia yang banyak dan terus berkembang.
رجالا     : secara etimologis kata ini mengandung beberapa arti yaitu mengikat, berjalan kaki, tumbuh-tumbuhan dan laki-laki. Kata ini biasanya digunakan untuk menunjuk laki-laki yang sudah dewasa baik secara biologis dan sebagai laki-laki jantan. Dalam Al-Qur’an kata ini disebut sebanyak 55 kali dengan makna yang berbeda, seperti gender laki-laki (Q.S. 2: 282), orang (Q.S. 7: 46), Nabi atau Rasul (Q.S. 21: 4), tokoh masyarakat (Q.S. 36: 20), budak (Q.S. 39: 29).
نساء      : perempuan yang sudah matang atau dewasa. Kata ini biasanya diterjemahkan dengan istri atau perempuan yang sudah berkeluarga. Kata nisa’ dan mar’ah tidak digunakan bagi perempuan di bawah umur. Dalam al-Quran kata ini disebut sebanyak 59 kali.
  1. Tafsir Ayat Menurut Ulama Tafsir
wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari yang satu”. Ayat ini merupakan panggilan kepada manusia, tanpa memandang suku, ras, bangsa ataupun warna kulit, ketahuilah bahwa Dialah satu-satunya Dzat yang menciptakan seluruh manusia dari sosok yang satu. Dan mengingatkan seluruh manusia di jagat bumi ini bahwa nenek moyang mereka adalah sama, satu keturunan dari seorang laki-laki yaitu Adam dan perempuan, Hawa. Oleh karena itu, sebab berada dalam satu keturunan maka hendaklah mereka satu sama lain harus saling menjaga, memelihara hak dan kewajiban masing-masing layaknya sebagai saudara.
Adam dan Hawa adalah nenek moyang manusia. Sebagaimana diisyaratkan dalam penggalan ayat  نفس  menurut beberapa riwayat, disebutkan dalam tafsir al-Thabari:
Muhammad bin Al-Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Ahmad bin Mudfadhdhal menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath menceritkan kepada kami dari As-Suddi, dia berkata, ‘Firman Allah khalaqakum min nafsim waahidah , maknanya adalah Adam a.s.[8]
Para pakar tafsir yang lain juga memahami nafs dalam ayat ini bermakna Adam, seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Jalaluddin As-Suyuthi, Ibn Katsir, Al-Qurthubi, Al-Baqa’i, Abu Su’ud, dll. Namun, Muhammad Abduh dan Al-Qasimi tidak berpendapat demikian, mereka memahami arti nafs dalam arti “jenis”.
Hawa adalah pasangan Adam, sebagaimana diterangkan dalam salah satu riwayat berikut ini,
            Muhammad bin Amr menceritkan kepadaku, ia berkata: Abu Ashim menceritakan kepada Kami dari Ibn Abi Najih, dari Mujahid, tentang firman Allah ta’ala wa khalaqa minha zaujah , ia berkata bahwa maknanya adalah Hawa, yang tercipta dari dua tulang rusuk Nabi Adam a.s saat beliau tertidur, lalu beliau terjaga dan berkata, Atsa, dengan bahasa Nibthi yang berarti istri.
            Itulah salah satu riwayat yang menyatakan bahwa Hawa adalah pasangan Adam, dan Hawa sendiri diciptakan dari Adam dari tulang rusuknya yang sebelah kiri paling bawah. Ulama-ulama tafsir terdahulu juga sepakat demikian, hal ini juga diperkuat dari hadis yang menyatakan:
استوصوا بالنساء خيرا فإنهن خلقن من ضلع أعوج
“ pesan-memesanlah untuk berbuat baik kepada perempuan, karena mereka diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok...” (Hadis riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
            Hadis ini ada yang memahaminya secara harfiah, seperti ulama-ulama terdahulu, dan ada pula yang memahaminya secara metafora dan bahkan ada yang menolak tentang hadis ini, seperti ulama kontemporer saat ini. Ulama terhadulu memahami bahwa perempuan adalah bagian dari laki-laki, tanpa laki-laki perempuan tidak ada dan perempuan itu bersifat “auja”. Sementara itu yang memahami secara metafora berpendapat bahwa para lelaki agar menghadapi perempuan dengan bijaksana, karena karakter dan kecenderungan mereka tidak sama dengan laki-laki.
            M. Quraish Syihab sebagai mufasir kontemporer, menampik pemahaman ulama terdahulu tersebut di atas. Beliau sependapat dengan Ath-Thabatha’i bahwa sesungguhnya surat An-Nisa ayat 1 ini menegaskan perempuan (istri Adam) itu diciptakan dari jenis yang sama dengan Adam, dan ayat tersebut sedikit pun tidak mendukung anggapan bahwa perempuan diciptakan dari tulang rusuk Adam, sebab Al-Quran secara pasti tidak berbicara demikian, bahkan paham bahwa perempuan itu tercipta dari laki-laki itu timbul dari pemahaman Yahudi dalam Perjanjian Lama (Kejadian II: 21).[9]

  1. Surat An-Nisa: 32
a.       Ayat dan Terjemahnya

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ ۚ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ ۚ وَاسْأَلُوا اللَّهَ مِنْ فَضْلِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا

Artinya: “ Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
b.      Asbab al-Nuzul
Dalam suatu riwayat dikumukakan bahwa Ummu Salamah berkata: “kaum laki-laki berperang, sedang wanita tidak, dan kami pun (kaum wanita) hanya mendapat setengah bagian warisan laki-laki.” Maka Allah menurunkan ayat ini sebagai teguran agar tidak iri hati atas ketetapan Allah. Berkenaan dengan itu pula, turun surah Al-Ahzab ayat 35, sebagai penjelasan bahwa Allah tidak membeda-bedakan antara kaum muslimin dan muslimat dalam mendapatkan ampunan dan pahala. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Al-Hakim, yang bersumber dari Ummu Salamah)[10]
  1. Tafsir Mufradat
لا تتمنوا  : dari pokok kata tamaniy, yaitu mengangan-angan, atau berkhayal memikirkan kelebihan orang lain, kekayaan orang, ketinggian yang dicapainya. Menurut Hamka angan-angan adalah memikirkan hal yang diri sendiri sukar mencapainya. Maka akibat dari angan-angan ini timbullah dengki iri hati kepada orang yang mendapat kelebihan itu. Sebab itu Ibn Abas di dalam tafsrinya langsung saja memberi arti tamannau dengan hasad.[11]
اكتسبوا   : berasal dari kata al-kasbu bermakna al-‘amal (kerja, usaha). Maka yang disebut al-muktasib adalah al-muhtarif (orang  yang bekerja).
  1. Tafsir Ayat Menurut Ulama Tafsir
Dalam tafsir At-Thabari diterangkan bahwa ayat ini adalah larangan bagi hamba Allah agar jangan iri dan berangan-angan ingin mendapatkan karunia yang dimiliki oleh orang lain, iri atas derajat yang diberikan oleh Allah kepada orang lain. Perempuan tidak boleh iri hati terhadap kedudukan dan derajat kebaikan laki-laki, demikian pula sebaliknya. Dan sebaiknya ridha dengan bagian yang diberikan oleh Allah yang telah di tentukan, dan memintalah kepada Allah.
Derajat dan kedudukan, Allah memberikannya tidak pandang bulu, siapa yang berusaha dialah yang dapat. Pahala laki-laki dan perempuan sama saja, meski tugas dan tanggung jawabnya berbeda. Wanita mendapatkan balasan atas amal kebaikannya sepuluh kali lipat, demikian pula kaum laki-laki.
      At-Thabari menjelaskan bahwa ayat للرجال نصيب مما اكتسبوا وللنساء نصيب مما اكتسبن ayat ini tidak boleh dimaknai “bagi kaum laki-laki bagian dari apa yang mereka warisi, dan bagi perempuan bagian yang mereka warisi,” sebab jika ayat tersebut dimaknai demikian, maka akan dikatakan “Bagi kaum laki-laki bagian dari apa yang tidak mereka perbuat, dan bagi kaum perempuan apa yang tidak mereka perbuat. Dan harus dimaknai bahwa kaum laki-laki mendapat bagian dari Allah berupa pahala dan siksa atas apa yang mereka lakukan, sesuai dengan kebaikan dan keburukan yang merka perbuat, begitu juga kaum wanita.[12]

  1. Surat At-Taubah: 71
a.  Ayat dan terjemahnya

وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ أُولَٰئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “ Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
b. Sabab al-nuzul
Sementara ini penulis belum menemukan sebab turunnya ayat di atas dengan alasan karena tidak semua ayat dalam al-Qur’an ada asbabun nuzulnya.
c. Tafsir mufradat
أولياء : kekasih, teman, penguasa.
d. Tafsir ayat menurut ulama tafsir
Menurut M. Qurais Shihab, ayat di atas merupakan ayat yang sering dikemukakan oleh para pemikir islam berkaitan dengan hak-hak politik perempuan, yang secara umum dipahami bahwa antara kaum laki-laki dan perempuan wajib melakukan kerja sama untuk berbagai bidang kehidupan. Ini dipahami dari redaksi “menyuruh mengerjakan yang makruf dan mencegah yang mungkar”.
Demikian pula pengertian kata auliya itu mencakup kerja sama, bantuan, dan penguasaan dalam rangka amar makruf, memberikan nasihat atau kritik kepada penguasa, auliya. Sehingga setiap laki-laki dan perempuan mampu memberi nasihat dan saran untuk berbagai kehidupan.  
B.     Analisis, Aktualisasi dan Kontektualisasi ayat
Allah telah menciptakan alam ini dengan sempurna. Alam jagat raya ini dibangun begitu sempurna dan seimbang. Allah menciptakan bumi, tanah, hewan, tumbuhan, udara, manusia, dan banyak lagi. Masing-masing mereka mengemban tugas masing-masing. Selain itu pula Allah telah menciptakan manusia berpasang-pasangan, ada laki-laki dan ada perempuan.
Manusia di bumi ini semuanya berasal dari dari satu pasangan manusia, yaitu  Adam dan Hawa. Sebagaimana dijelaskan kejadiannya dalam surat an-Nisa ayat 1: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya, Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”.
laki-laki dan perempuan di bumi ini adalah satu keluarga, satu keturunan, lahir dengan cara yang sama. Oleh karena itu manusia hendak ingat tugasnya hidup di bumi ini yakni beribadah, dan terus berlomba-lomba -fastabiqul khairat- untuk mendapatkan peredikat taqwa kepada Allah,. Sebab Allah berfirman dalam surat Ali Imran ayat 195: sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal, baik laki-laki maupun perempuan.
Oleh karena itu apabila ada orang telah mendapatkan karunia dari Allah maka hendaklah jangan iri, sebab karunia itu sebenarnya adalah keringat sendiri. perempuan jangan iri dengan derajat yang diperoleh laki-laki sebab itu adalah hasil usahanya, dan sebaliknya.  Derajat pahala ataupun kemadharatan itu tanggung jawab sendiri, sebagaimana firman Allah surat an-Nisa ayat 32: janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Harus diingat pula bahwa laki dan perempuan itu bersaudara, berteman. Kalau salah satu mengemban tugas dan amanat maka hendaklah untuk saling menasehati dan saling bermusyawarah, hal ini demi membentuk tatanan keluarga dan atau membangun masyarakat dalam kehidupan yang harmonis dan maju, sebagaimana firman Alllah dalam surat At-Taubah ayat 71: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Islam sebagai rahmatan lil alamain tidak mengajarkan umatnya untuk saling membenci, melarang umatnya mendiskriminasi hak sesama, terutama terkait seksualitas atau gender. Sama sekali islam tidak merendahkan wanita, bahkan memberikan kebebasan bagi siapa pun. Hukum alam tetap berlaku siapa yang baik itulah yang baik. Wanita yang pintar lebih baik dari pada laki-laki yang bodoh. Wanita punya kebebasan sosial, punya hak politik, dan tidak lupa punya kewajiban. Dari dulu sejak munculnya hingga abad sekarang ini, islam adalah acuan membebaskan hak-hak.



PENUTUP
M. Quraish Syihab memberikan pernyataan bahwa laki-laki dan perempuan sama saja, tercipta dari sebagian lelaki –sperma– dan sebagian perempuan –indung telur–, karenanya tidak ada perbedaan dari segi kemanusiaan dan derajat, dan Allah tidak mengurangi sedikit pun ganjaran yang diberikan kepada mereka masing-masing menyangkut amal kebaikan yang sama.
Sesungguhnya beramal itu tidak dibebankan kepada laki-laki saja. Perempuan mempunyai hak dan kewajiban sebagaimana laki-laki pun mempunyai hak dan kewajiban masing-masing. Mereka adalah hidup berdampingan, kerja sama terutama dalam membangun tatanan masyarakat. Keduanya memiliki tugas masing-masing yang saling melengkapi, baik itu dalam rumah tangga atau dalam kemasyarakatan.
Menurut Hamka bahwa kerja sama antara laki-laki dan perempuan itu perlu ditegakan, hal ini telah dibuktikan dalam sejarah Islam sejak mula perkembangannya, dari Mekkah sampai Madinah. Lihat sosok perempuan-perempuan yang mula-mula masuk Islam, seperti perjuangan Khadijah binti Khuwailid, Syahidnya Ummi Yasir yang disula kemaluannya oleh kaum kafir Quraisy, keberanian Ummi Habibah  dan Nasibah yang selalu hadir dalam kancah peperangan membela Rasulallah dan agamanya.
Islam sebagai rahmatan lil alamain tidak mengajarkan umatnya untuk saling membenci, melarang umatnya mendiskriminasi hak sesama, terutama terkait seksualitas atau gender. Sama sekali islam tidak merendahkan wanita, bahkan memberikan kebebasan bagi siapa pun termasuk kaum perempuan. Apa yang diterapkan oleh agama Islam bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh perempuan sebelum datangnya Islam, yang menginformasikan sebelum turunya Al-Qur’an terdapat sekian banyak peradaban –seperti Yunani, Romawi, India, dan Cina– yang pada zaman dulu perempuan hanyalah pemenuhan naluri seks pria belaka. Wallahu ‘alam




DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an al-karim dan Terjemahnnya
Dahlan, A.A. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran            (Bandung: CV Diponegoro, 2009
Ghafur, Abdul Waryono, Tafsir Sosial: Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005),
Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007).
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Misbah: pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran (Tangerang: Lentera Hati, 2007)
Shihab, M. Qurish, Wawasan Al-Qur’an Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007),
Tafsir At-Thabari.





[1] A.A Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran (Bandung: CV Diponegoro, 2009) cet. Ke-9, hlm. 126.
[2] Waryono Abdul Ghafur, Tafsir Sosisl: Mendialogkan Teks dengan Konteks (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2005), hlm. 107.
[3] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran (Tangerang: Lentera Hati, 2007) jilid 2 cet. Ke-9, hlm. 316.
[4] Hamka, Tafsir Al-Azhar (Singapore: Kerjaya Print Pte Ltd, 2007) jilid 2 cet. Ke-7, hlm. 1037.
[5] Hamka, Tafsir Al-Azhar, hlm. 1039.
[6] Hamka, Tafsir Al-Azhar, hlm. 1037 dikutip dari Kitab Musnad Imam Ahmad, Juz 1 hal. 463.
[7] Hamka, Tafsir Al-Azhar, hlm. 1041.
[8] Tafsir At-Thabari, hlm. 351.
[9] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 398.
[10] A.A Dahlan, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya ayat-ayat Al-Quran (Bandung: CV Diponegoro, 2009) cet. Ke-9, hlm. 268.
[11] Hamka. Tafsir Al-Azhar. hlm, 1185
[12] M. Qurish Shihab, Wawasan Al-Quran: Tafsir Tematik atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 417.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar